Memang tidaklah mudah untuk bisa mengendalikan Bagong. Tak jarang pula Bagong bercengkerama sendiri mengeja. Terkadang ia asyik sekali dengan dunianya. Bagong adalah bocah berumur 9 tahun.
Bagong adalah anak yang susah untuk bergaul. Apalagi bermain bersama dengan anak-anak sebayanya. Seluruh orang sekitar, menganggap Bagong anak Babe Semar ini gila. Ada juga yang bilang kerasukan setan. Pula, tidak sedikit yang bilang, Bagong ini kerasukan setan, karena tidak mau bergaul dengan teman-temannya semenjak kecil.
Anak-anak tetangga tidak ada yang mau mengajaknya bermain bersama. Bahkan lebih sering mengejeknya ketika melihat Bagong sedang keluar rumah bersama Babe Semar.
Bagong lebih senang menyendiri, bermain sendiri. Bagon terkadang mengulang-ulang gerakannya sendiri, selain itu juga sering mengulang kata-katanya sehingga kedua kakaknya Gareng dan Petruk dibuat kesal. Gareng dan Petruk, malah seakan-akan membiarkan begitu saja adiknya, Bagong tenggelam dalam dunianya. Bagong lebih sering menyendiri dalam rumah.
Namun memang aneh, Bagong jarang menangis. Tetapi kalau sudah menangis, lama baru berhenti. Lebih menjengkelkan lagi, kalau si Bagong sedang meronta-ronta meminta sesuatu. “Besok, babe akan belikan” kata Babe Semar merayu Bagong acap kali meminta sesuatu.
Kebiasaan Bagong yang tidak banyak berbicara atau berteriak-teriak sendiri, kalau dia nakal ditegur malah ngamuk, semua barang tak jarang dilempar-lempar yang menjadikan Gareng maupun Petruk sering frustasi.
Suatu malam, Petruk sedang menyalakan televisi. Di sebelah televisi terdapat kipas angin besar. “Panas sekali ... mau hujan apa ya?” tanya Petruk yang entah ditujukan kepada siapa. Meskipun Gareng sedang makan tak jauh darinya, demikian juga Babe Semar.
Setelah televisi menyala, Petruk kemudian menyalakan kipas angin. “Angin segar..” kata Petruk agak keras.
“Angin segar...angin segar”, Bagong menirukan perkataan Petruk. Bagong yang sedang asyik bermain tak jauh dari meja tempat makan Babe dan Gareng, kemudian mengatakan lagi “angin segar...angin segar”.
Gareng, Petruk dan Babe Semar terdiam. Babe Semar kemudian mengamati ulah si Bagong yang menunjuk ke arah kipas dan meneriakan “angin segar...angin segar” beberapa kali.
Petruk kemudian mematikan televisi. Sementara Bagong masih menunjuk ke arah kipas angin. Babe Semar menghentikan makan, lalu menghampiri Bagong. “Bagong itu kipas” kata Babe Semar. Petruk beranjak dari tempat duduknya semula, kemudian menuju ke belakang rumah.
Babe Semar agak kebingungan karena Bagong sedang meminta kipas. Babe Semar tahu, kalau kipas angin itu di pindah ke dekat meja makan, kipas akan mati karena kabel tidak cukup panjang, Bagong tentu saja akan lebih meronta bila dipindah tempat duduknya.
Sementara Bagong masih meronta meminta kipas, diselingi mengulang kata-kata “angin segar”. Petruk masuk kembali dan memberikan sebuah mainan kepada Bagong.
Mainan itu berupa kemudi plastik mobil-mobilan, yang dicopotnya secara paksa. Bagong yang lantas melihat mobil plastik itu, setelah dibujuk beberapa kali oleh Babe Semar, akhirnya diam.
Diterimanya kemudi mobil plastik itu dari tangan Petruk, dan masih saja mengulang kata-kata “angin segar”. Semua tampak lega, si Bagong tidak meronta-ronta lagi.
Begitulah sehingga kini, Bagong sembuh dari penyakit autisnya ketika berusia 11 tahun, meskipun sudah menginjak usia sekitar lima belas tahun Bagong masih sering bermain dengan kemudi plastik tersebut, tak seorang pun diperbolehkan menyentuhkan. Bagong yang sudah sembuh dari penyakit autisnya masih saja percaya bahwa kemudi mobil plastik itu dapat membawa angin segar.