Apabila usia bayi telah mencapai tujuh bulan (Jawa : 6 lapan) di­rayakan dengan upacara yang disebut tedhak siten, yang oleh sementara orang juga disebut pitonan. Menurut artinya tedhak siten berasal dari kata tedhak dan siti. Tedhak artinya turur sedang siti berarti tanah. Dengan demikian maksud daripada upacara tedhak siti adalah upacara turun tanah.

Upacara tedhak siten
Upacara tedhak siten diadakan karena adanya kepercayaan sementara orang bahwa tanah mempunyai kekuatan gaib, di- samping itu adanya kepercayaan bahwa tanah dijaga oleh Bethara Kala. Oleh karena itu si anak perlu dikenalkan kepa­da Bathara Kala sipenjaga tanah, melalui upacara yang disebut tedhak siten, agar Bathara Kala tidak marah. Sebab apabila Bathara Kala marah, akan menimbulkan suatu bencana bagi si- anak itu.
Upacara tedhak siten biasa.
Ada ketentuan hari untuk melaksanakan upacara tedhak siten ini biasanya disesuaikan dengan weton (hari lahir) si anak. Misalnya si anak itu lahir pada hari Sabtu Pahing, maka sela­matan itu juga harus diadakan pada hari Sabtu Pahing juga. Adapun sarana yang harus disediakan dalam upacara tedhak piten ini adalah :
Jembangan (bak mandi) yang diisi dengan air bunga se­taman. Sangkar ayam (kurungan : Jawa).
Benda-benda yang diletakkan dalam kurungan, dianta- ranya : padi, kapas, alat-alat tulis dan bokor yang berisi beras kuning Tikar yang masih baru sebagai alas kurungan. Tangga yang terbuat dari tebu.
Juadah (nasi ketan yang telah dilumatkan), juadah ini terdiri dari tujuh warna : merah/putih, hitam, biru, kuning, ungu dan merah jambu.
Sajian untuk kenduri yang terdiri dari nasi tumpeng panggang ayam dan lauk-pauknya kulupan. Disamping itu juga dilengkapi dengan jajan pasar, bubur merah, bubur putih dan bubur sengkolo.

Jalannya Upacara

Setelah segala sarana dalam upacara tersedia, maka pe­mimpin upacara (dhukun bayi) membimbing anak yang dise- lamati untuk menginjak-injak 7 macam juadah seperti tersebut di atas. Kemudian anak tersebut dibimbing untuk menaiki tangga kecil yang dibuat dari pohon tebu, yang mempunyai anak tangga 7 buah. Sesudah itu sianak dimasukkan ke dalam kurungan yang dialasi tikar dan di dalamnya telah disediakan padi, kapas, alat-alat tulis serta bokor yang berisi beras kuning dan uang logam.
Di dalam kurungan itu si anak disuruh meme­gang (memilih) salah satu barang-barang yang disediakan di dalam kurungan. Pada saat itu hadirin yang mengikuti jalan­nya upacara memperhatikan benda apa yang dipegang oleh anak itu, karena menurut kepercayaan benda yang dipegang anak itu melambangkan mata pencahariannya (nasib) si anak tersebut dikelak kemudian hari.
Misalnya saja bila si anak mengambil alat-alat tulis, maka menurut kepercayaan anak ter­sebut kelak akan menjadi anak yang cerdas. Tetapi apabila ia mengambil padi, atau kapas, si anak tersebut kelak akan men­jadi petani yang berhasil. Adakalanya di dalam kurungan itu juga diletakkan seekor ayam jantan (jago).
Ayam itu tidak boleh disembelih tetapi harus dipelihara. Kemudian uang dan beras kuning yang ditaruh di bokor itu, ditaburkan (disawurake : Jawa) dan diperebutkan oleh anak-anak kecil yang mengikuti upacara itu. Setelah itu anak dikeluarkan dari sangkar, kemudian dimandikan di dalam bak yang telah diisi air kembang setaman.
Selanjutnya si anak diberi pakaian serba baru dan perhiasan. Upacara selanjutnya ialah kenduri yang dipimpin oleh tukang kajat (moditi). Dengan adanya kenduri itu berakhirlah upacara tedhak siten. Dan sejak itu si anak sudah diperbolehkan bermain-main di tanah.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments